Breaking

Sabtu, 17 Februari 2018

Inilah Hukuman Yang Pantas Untuk Koruptor Dalam Islam


Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Transparency International (TI) , Indonesia tetap menjadi negara perintis yang tingkat korupsinya masih tinggi di dunia, yang berada di peringkat 64. Dan ini masih kalah dengan negara-negara tetangga yang telah mampu keluar dari zona 100, yaitu Malaysia di posisi 125 dan Singapura berada di posisi 173.

Kata alm Rosihan Anwar (mantan jurnalis senior di Indonesia), korupsi telah menjadi budaya di Indonesia, yang diwarisi oleh VOC Belanda kepada penduduk Indonesia. Artinya, jika sesuatu telah menjadi budaya, maka hilangkan itu seperti memisahkan daging dari tulang dalam kondisi kehidupan. Sulit dan sulit. Itulah yang dikenal dengan imperialisme budaya, yang mudah masuk dan mudah bercokol tapi sulit untuk keluar.

Ini Adalah Penalti yang Benar Bagi Koruptor Dalam Islam

Di Indonesia, korupsi itu seperti virus ganas yang merusak sistem negara, yang jika disamakan dengan laptop (komputer), ia perlu menginstall ulang lagi. Atau jika perlu, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Buya. Syafii Maarif, yang dikosongkan Indonesia sendiri adalah satu generasi, lalu mengganti semua pejabatnya dengan orang-orang yang belum pernah masuk sistem parangkat untuk membuat sistem baru yang belum terinfeksi oleh virus korupsi.

Tengok saja situasinya sekarang, setiap ada orang baik yang masuk sistem, yang sebelumnya dikenal sebagai aktivis dan antirasuah, malah berubah total dan menjadi pelaku korupsi saat masuk kesana.

Itulah sebabnya, harus ada hukuman keras dan tegas yang diterapkan pada koruptor ini, yang jauh lebih sulit dari sekarang. Untuk saat ini, hukum yang berlaku bagi koruptor sangat ringan. Cuman tiga tahun atau empat tahun, meski uangnya dia ambil milayaran rupiah. Jika dibandingkan, tentu tidak seimbang. Padahal, jauh dari seimbang.

Hukuman yang tujuan awalnya adalah untuk memberi efek jera, bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Sebagai gantinya, saat mereka keluar dari penjara, mereka mencoba kembali memasuki sistem, baik dengan menempatkan diri mereka di atas kapal atau kadang-kadang sebagai ketua partai. Melihat ini, lalu apa hukuman yang tepat untuk korup?

Ini Adalah Penalti yang Benar Bagi Koruptor Dalam Islam

Menurut saya, ada tiga hukuman layak korupsi agar bisa memberikan efek jera yang besar, yang akan menjadi pelajaran bagi pelaku atau orang lain yang ingin melakukan hal yang sama (korupsi).

Pertama, Hukuman Mati atau potong tangan. Belum lama ini, seringkali ada wacana untuk memberikan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Banyak dukungan, banyak yang menolak. Jika dilihat dari undang-undang, hukuman mati bisa dilakukan, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Korupsi.

Padahal dalam konteks Islam, hukuman mati bisa saja dilakukan berdasarkan keputusan hakim, yang dikenal dengan nama Ta'dzir. Jika berdasarkan shar'i nash, maka menyamakan korupsi dengan mencuri, tidak dilakukan dengan tepat.

Sebab, ada kebutuhan mencuri yang tidak terpenuhi dengan korupsi, yaitu mengambil sesuatu yang di simpan dan tidak shubhat. Sementara itu, korupsi ini ada syubhatnya, karena harta karun ini milik rakyat, dan koruptor adalah bagian dari masyarakat. Dan hadd (terputus tangan untuk pencuri) tidak bisa dilakukan jika ada syubhatnya. Dari empat sarjana madzhab, maka tiga di antaranya (syafii, hanbali dan hanafi) tidak setuju untuk memotong tangan orang-orang yang mengambil kekayaan negara. Sementara Imam Malik mengizinkannya.

Artinya, jika Anda ingin menerapkan hukum kematian bagi koruptor, tidak apa-apa. Dan berdasarkan pendapat hakim (ta'dzir), tidak berdasarkan teks shari'ah. Dan jika dia ingin memotong tangannya, masih ada tempat dalam studi di sekolah tersebut, yaitu pendapat Imam Malik. Intinya saya ingin sampaikan, kedua hukuman ini sangat, sangat efektif membuat pelaku korupsi tidak mengulangi perbuatan buruknya.

Kedua, miskin. Cara paling efektif kedua untuk menghancurkan koruptor di Indonesia adalah dengan memiskinkan mereka, yang dikenal dengan istilah Syariah sebagai al-Taflis. Dengan cara ini, semua harta benda yang diakuisisi oleh pelaku korupsi diambil dan diserahkan ke Negara Bagian, yang seluruhnya digunakan untuk kepentingan Negara, terutama untuk kesejahteraan rakyatnya, yang telah dibuat sengsara oleh orang-orang yang korup.

Jika biasanya digunakan dalam hukum Indonesia adalah asas praduga tak bersalah, maka harus dijadikan terobosan untuk menggantinya dengan asas praduga bersalah. Artinya, setiap pejabat negara sekarang dicurigai keberadaan propertinya, sampai mereka bisa membuktikan sumbernya yang sah. Dan pasti tidak berasal dari korupsi.

Ketiga, hukum sosial. Biarkan masyarakat bekerja sama dengan pemerintah untuk memboikot pelaku korupsi ini dengan tidak mengundang mereka untuk terlibat dalam kehidupan sosial. Sebagai makhluk sosial, maka orang ini


Sumber dari serambiminang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar